Tangkap Peluang Perdagangan Karbon, Ini yang Harus Disiapkan Pemprov

    

Pangkal Pinang – Dengan hutannya yang luas, Indonesia memiliki potensi perdagangan karbon, bila didukung instrumen pemerintah yang mendorong berjalannya skema perdagangan karbon dalam upaya pencapaian net-zero emissions. Menurut Dr. Agus Sadelie dari IPB University, Indonesia memiliki hutan dengan luas 125,9 juta hektare yang mampu menyerap 25,18 milliar ton karbon, 3,31 juta hektare hutan mangrove yang menyerap 33 milliar ton karbon, dan 7,6 juta hektare lahan gambut yang mampu menyerap 55 milliar ton karbon.

Dengan potensi tersebut, Agus Sadelie menyarankan perlunya pemerintah provinsi mempersiapkan beberapa hal untuk memanfaatkan peluang pasar karbon dan perdagangan karbon.

"Pertama, pemerintah provinsi perlu menyusun strategi dan rencana implementasi REDD+ di wilayahnya masing-masing, seperti kebijakan pendukung, struktur kelembagaan, pemantauan, serta safe guard," kata Agus Sadelie saat FGD Pemetaan Stakeholder Blue Carbon Mangrove, Senin (07/10/2024).

Selanjutnya, diperlukan basis tutupan lahan hutan untuk melakukan estimasi laju deforestasi dan degradasi hutan tahunan. Basis data ini akan membantu baik dalam revisi Forest Refference Emission Level/FREL, jika diperlukan, maupun untuk mengukur capaian provinsi dan nasional.

Sebelumnya, Yeyen Mardyani, Peneliti dari Bappeda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, menyampaikan bahwa FGD Pemetaan Stakeholder Blue Carbon Mangrove ini dilaksanakan dalam rangka kegiatan Riset “Aplikasi Blue Carbon Trading sebagai Upaya Konservasi Mangrove di Pulau Bangka melalui Pendekatan Social-Ecological System (SES) Berbasis Model Spasial Dinamik” Tahun 2024, kerjasama Bappeda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung bersama IPB dan UBB.

"Penelitian dilatarbelakangi eksistensi sumber daya alam mangrove yang terancam penambangan timah, dimana blue carbon dapat menjadi peluang baru dalam mendorong dan mendukung pelestarian ekosistem mangrove," kata Yeyen Mardyani.

Riset ini, lanjut Yeyen, merupakan tahun kedua, yang mana pada tahun pertama di 2023 riset dipusatkan di Hutan Lindung Rambat Menduyung dan Taman Wisata Alam Jering Menduyung di Kabupaten Bangka Barat. Tahapan riset tahun 2024 ini bertujuan untuk memetakan potensi karbon secara keseluruhan, memetakan alternatif ekonomi sejalan dengan program konservasi yang dapat dilakukan, mendesain kelembagaan perdagangan karbon, menyimulasi kebijakan menggunakan sistem spasial dinamik sebagai landasan kebijakan.

"Riset tahun 2024 di pusatkan di Pesisir Timur Kabupaten Bangka Selatan, Desa Kepoh, Desa Tukak, Desa Pasir Putih, Desa Kumbung, Pulau Lepar, dari tanggal 8 sampai 10 Agustus 2024," lanjut Yeyen Mardyani. FGD Pemetaan Stakeholder Blue Carbon Mangrove ini dibuka oleh Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan, Bappeda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Rusdi.


Capture Carbon Trade Opportunities: This What Provincial Gov’t Must Do!

Pangkal Pinang - With its vast forests, Indonesia has the potential for carbon trading as long as it is supported by government instruments that encourage the implementation of carbon trading schemes to achieve net-zero emissions. According to Dr. Agus Sadelie from IPB University, Indonesia has 125.9 million hectares of forest that can absorb 25.18 billion tons of carbon, 3.31 million hectares of mangrove forest that can absorb 33 billion tons of carbon, and 7.6 million hectares of peatland that can absorb 55 billion tons of carbon.

With this potential, Agus Sadelie suggested that the provincial government must prepare several things to take advantage of the carbon market and trading opportunities.

“First, the provincial government needs to develop strategies and plans for REDD+ implementation in its respective regions, such as supporting policies, institutional structures, monitoring, and safeguards,” said Agus Sadelie during the FGD on Blue Carbon Mangrove Stakeholder Mapping, Monday (07/10/2024).

Furthermore, a forest land cover base is needed to estimate annual deforestation and forest degradation rates. This database will help revise the Forest Reference Emission Level (FREL) and measure provincial and national achievements if required.

Previously, Yeyen Mardyani, a researcher from Bappeda of Kepulauan Bangka Belitung Province, said that the Blue Carbon Mangrove Stakeholder Mapping FGD was carried out in the framework of “Application of Blue Carbon Trading as an Effort to Conserve Mangroves on Bangka Island through a Social-Ecological System (SES) Approach Based on a Spatial Dynamic Model” 2024 research, a collaboration of Bappeda Kepulauan Bangka Belitung Province with IPB and UBB.

“The background of the research is the existence of mangrove natural resources threatened by tin mining, where blue carbon can be a new opportunity to encourage and support the preservation of mangrove ecosystems,” said Yeyen Mardyani.

Yeyen also explained that this research is the second year of the project, which was focused on the Rambat Menduyung Protected Forest and Jering Menduyung Nature Tourism Park in the West Bangka Regency in the first year of 2023. The 2024 research stage aims to map the overall carbon potential, map economic alternatives in line with conservation programs that can be carried out, design carbon trading institutions, and simulate policies using spatial dynamic systems as a policy foundation.

“The 2024 research is focused on the East Coast of South Bangka Regency, Kepoh Village, Tukak Village, Pasir Putih Village, Kumbung Village, Lepar Island, from August 8 to 10, 2024,” continued Yeyen Mardyani. The Blue Carbon Mangrove Stakeholder Mapping FGD was opened by the Head of Research and Development, Bappeda of Kepulauan Bangka Belitung Province, Rusdi.

Penulis: 
Rizky Fitrajaya
Translator: 
Adi MishaDi
Editor: 
Rusni Budiati
Sumber: 
Bappeda Prov. Kep. Babel